-->

Sejarah Gunung Muria: Sebuah Pulau yang Menyatu dengan Pulau Jawa

- December 26, 2018
gunung muria

Jika pada umumnya gunung atau pegunungan berada di tengah-tengah pulau, maka gunung yang satu ini malah berada di ujung utara Pulau Jawa. Yap gunung tersebut adalah Gunung Muria. Sekilas memang tidak ada yang aneh tetapi jika kita melihat letak gunung ini maka akan muncul pertanyaan “kok letaknya di utara ya? Sendirian pula?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pada postingan kali ini saya akan membahas tentang sejarah Gunung Muria yang dikumpulkan dari berbagai sumber.

Menurut perkiraan beberapa ahli, usia Gunung Muria ini tidak terlalu tua jika dibandingkan dengan gunung-gunung lainnya. Gunung ini baru terbentuk sekitar 1 juta s/d 10.000 SM (sebelum masehi). Masih menurut perkiraan beberapa ahli, Gunung Muria pun dulunya merupakan sebuah pulau vulkanik yang terpisah dari daratan Pulau Jawa. Dalam kurun 500 – 1.000 tahun terakhir, Pulau Muria ini kemudian menyatu dengan pulau Jawa akibat sedimentasi dan subduksi lempeng.

Dugaan ini diperkuat catatan HJ De Graaf dan Th G Pigeaud (Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram; Grafiti Pers, 1985) yang mengisahkan jalur perdagangan pada masa lalu yang dilakukan dari Semarang – Demak langsung menuju Rembang dengan melalui selat sempit diantara Jawa Tengah dan pulau Muria.

Dahulu pusat Kerjaan Demak berada di tepi pantai Selat Muria yang memisahkan antara Pulau Jawa dan Pulau Muria. Kapal dapat berlayar dengan baik saat melewati selat yang cukup lebar. Oleh karena itu dalam sejarah, Kerajaan Demak pernah disebut sebagai Kerjaan Maritim.

selat muria
Sumber: volcosquad
Tetapi setelah abad ke-17, selat Muria sudah tidak dapat dipakai berlayar setiap saat, karena terjadi pendangkalan yang disebabkan proses sedimentasi. Orang dapat berlayar selama musim hujan dengan sampan lewat tanah yang tergenang air, mulai dari Jepara sampai Pati, di tepi Sungai Juwana. Pada tahun 1657, Tumenggung Pati mengumumkan niatnya untuk menggali saluran air baru dari Demak ke Juwana, sehingga Juwana dapat menjadi pusat perdagangan. Boleh jadi, ia ingin memulihkan jalan air lama, yang seabad sebelumnya masih bisa dipakai.

Dan akhirnya sampai sekarang karena proses pengendapan tanah (sedimentasi) pada jalur air tersebut, Selat Muria benar-benar hilang. Dan Pulau Jawa dan Pulau Muria menjadi satu seperti saat ini. Daerah Juwana sendiri kalau berdasar teori ini berarti awalnya adalah laut yang lambat laun mendangkal menjadi payau atau rawa-rawa.

selat muria
Ilustrasi Selat Muria dan Pulau Muria
Sumber: brilio.net
Jejak jalur air dari selat tersebut bisa dilihat dari daerah aliran Sungai Silugonggo saat ini. Kita bisa membayangkan bahwa dahulu sungai itu merupakan sebuah selat yang memisahkan Pulau Jawa dan Muria. Perlu kita tahu bahwa sampai saat ini daerah-daerah banjir di wilayah Demak, Kudus dan Pati merupakan daerah-daerah yang dulunya adalah jalur Selat Muria

Seperti sejarahnya, status gunung Muria pun masih sering diperdebatkan para ahli. Meskipun tidak tergolong sebagai gunung api aktif, namun banyak ahli yang tidak berani menyebutnya gunung api mati (extict). Karenanya banyak ahli memilih menganggapnya sebagai gunung api ‘tidur’ (dormant). Prihadi et al (2005), Geologi ITB dan kawan-kawannya dari BATAN dalam “Volcanic Hazard Analysis for Proposed Nuclear Power Plant Siting in Central Java, Indonesia” menyimpulkan bahwa Gunung Muria sebagai non-capable volcano for magmatic eruption in the near future. “Dalam waktu dekat tidak akan meletus”. Diperkirakan, terakhir kali gunung Muria meletus antara tahun 300 Masehi – 160 Sebelum Masehi.

Sekian artikel ini, semoga bisa membantu dan terimakasih. Salam!

Sumber referensi:


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search